Total Tayangan Halaman

Rabu, 06 April 2011

Tanggulangi Depresi Secara Tepat


Depresi kerap disamakan dengan kesedihan yang biasa terjadi dalam kehidupan
sehari-hari, tidak dianggap penyakit, apalagi gangguan jiwa. Bahkan, di
lingkungan budaya tertentu, Depresi dianggap sebagai kelemahan kepribadian atau
karakter.

Kuatnya pengaruh budaya dan kepercayaan mendorong masyarakat mencari
pertolongan atas depresi yang diderita lewat paranormal atau pengobatan
tradisional. Karena ketidaktahuan masyarakat itulah, muncul sejumlah mitos dan
konsepsi keliru mengenai depresi. Beberapa mitos menyebut: depresi dapat di
atasi sendiri, depresi dianggap lemah pikiran dan mental, atau pasien depresi
dianggap melakukan suatu dosa.

Semua itu tentu tidak benar. Yang pasti, depresi siapapun penderitanya dapat
memengaruhi suasana hati, kondisi fisik, dan pikiran Anda. Perasaan itu bisa
sedemikian kuat sehingga kehidupan Anda sehari-hari terganggu. Depresi juga
bisa membuat Anda merasa bersalah dan merasa tidak berguna meski Anda telah
melakukan apa saja yang menurut Anda terbaik. Gara-gara depresi, Anda pun
mungkin tidak berminat terhadap hal-hal yang sebelumnya Anda sukai. Karena
depresi pula, energi Anda terkuras sehingga tubuh merasa letih dan lelah. Dan
yang paling parah, depresi juga bisa menggiring seseorang melakukan bunuh diri.

Semua gejala depresi itu muncul akibat ketidakseimbangan neurotransmitter
(zat penghantar dalam sistem syaraf) seperti serotonin, (neurotransmitter yang
mengatur perasaan), norepinefrin (neurotransmitter yang mengatur energi
interest), dan dopamine (neotransmitter yang mengatur minat) di berbagai bagian
otak kita.

Depresi tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, kedudukan, suku, maupun
ras. Sementara faktor-faktor yang bisa menjadi penyebab depresi adalah genetik
(keturunan), biologis, kepribadian, dan psikosial. Sebuah studi menunjukkan,
anak kandung dari orangtua yang menderita depresi berisiko lebih tinggi
mengalami depresi walaupun diasuh oleh orangtua angkat yang tidak depresi.

Depresi merupakan gangguan mental yang paling banyak menimbulkan beban
distabilitas. Depresi dapat meningkatkan morbiditas (kesakitan), mortalitas
(kematian), risiko bunuh diri, serta berdampak pada penurunan kualitas hidup
pasien dan seluruh keluarga. Sayangnya, sampai saat ini depresi masih belum
dapat dipahami secara baik oleh masyarakat.

Padahal, berbagai penelitian menunjukkan, pasien dengan gangguan depresi
merasakan adanya keluhan fisik dan gangguan mental. Mengutip hasil studi
mengenai hubungan depresi dan gejala somatik yang dilakukan Simon GE pada 1999,
dikatakan, sebanyak 69 persen pasien dengan gangguan depresi mengemukakan
keluhan fisik.

Keluhan fisik dan gangguan mental bisa datang pada saat bersamaan. Keadaan
ini akan memperburuk prognosis. ''''Mereka yang mengalami penyakit fisik berisiko
mengalami gangguan mental 3,5 kali lebih besar daripada mereka yang sehat,''''

Makin berat penyakit fisik makin besar pula kemungkinan untuk mengalami
gangguan mental. Penyakit fisik yang paling sering menjadi pencetus gangguan
mental adalah penyakit neurologik, jantung, paru-paru kronis, kanker, cacat
fisik, dan arthritis (radang sendi). Sedangkan gangguan mental yang paling
sering terjadi adalah kecemasan dan depresi.

Terapi
Penderita depresi perlu melakukan terapi secara tepat. Hal ini untuk
menghindari konsekuensi bila tidak mencapai kesembuhan. Konsekuensi yang
dimaksud yaitu: kendala psikososial berkepanjangan, memperburuk prognosis,
menambah beban pelayanan medis, meningkatnya risiko bunuh diri dan
penyalahgunaan zat, serta meningkatnya risiko kekambuhan.

Adapun tujuan terapi depresi adalah meningkatkan kualitas hidup, mengurangi
atau menghilangkan gejala, mengembalikan peran dan fungsi, mengurangi risiko
kekambuhan, serta mengurangi risiko kecacatan atau kematian. Namun, ada faktor
yang memengaruhi hasil terapi, yakni pasien, masyarakat, dokter, dan obat.

Pada pasien biasanya berupa ketidakpatuhan karena berbagai sebh
satunya tidak peduli. Pada masyarakat atau lingkungan adalah karena mitos,
kepercayaan, dan stigma. Dokter juga bisa memberi pengaruh yang tidak baik pada
hasil terapi, misalnya jika dokter kurang mengenali gejala depresi. Sedangkan
pada obat, biasanya menyangkut efektivitas, efek samping, kemudahan, dan harga.

Khusus mengenai obat, penderita depresi sebaiknya menggunakan obat
antidepresan serotonin nor epinefrin reuptake inhibitor (SNRI). Mengapa
SNRI? Sebab, obat ini mampu bekerja ganda yakni menghambat reuptake
serotonin dan nor epinephrine. Penelitian oleh Wyeth Pharmaceutical
menunjukkan, golongan obat SNRI dapat mempertahankan keseimbangan sejumlah zat
kimia dalam otak yakni serotonin dan norepinefrin, sehingga mencegah kekambuhan
dan dan berulangnya depresi. Obat ini juga bekerja dengan cepat. Dengan dosis
sekali sehari, efeknya telah dapat dirasakan oleh pasien setelah empat hari
penggunaan. bur

Jangan Berdiam Diri

Banyak hal bisa membuat seseorang merasa cemas, stres, dan akhirnya jatuh ke
jurang depresi. Jika suatu kali Anda pun merasakan gejala-gejala depresi,
jangan berdiam diri. Segeralah bertindak untuk menolong diri Anda sendiri.
Bagaimana caranya? Langkah-langkah berikut mudah-mudahan bisa membantu Anda.

* Bersikaplah realistis, jangan terlalu idealis.
* Kalau Anda punya tugas atau pekerjaan yang menggunung, bagilah tugas-tugas
itu dan buat prioritas. Lakukan tugas yang memang bisa Anda kerjakan.
* Jika punya masalah, jangan pendam sendiri. Cobalah ''curhat'' pada orang yang
Anda percayai. Biasanya, hal ini akan membuat perasaan lebih nyaman dan ringan.

* Cobalah ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan yang bisa membuat hati Anda
senang, semisal berolahraga, nonton film, atau ikut dalam aktivitas sosial.
* Berusahalah untuk selalu berpikir positif.
* Jangan ragu dan malu untuk meminta bantuan pada keluarga atau teman-teman.
Diterbitkan di: September 14, 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar