Saking dahsyatnya potensi usaha kelinci, tak heran kalau kemudian buku ini secara khusus membicarakan perihal Investasi, Bisnis, Marketing dan Pemberdayaan. Buku setebal 188 halaman ditulis secara akurat dan detail tentang seluk beluk usaha kelinci. Dalam buku ini disebutkan, populasi kelinci dalam setiap dua bulan sekali kelahiran mampu menghasilkan 6-8 ekor. Kelinci umur 1 bulan menghasilkan 1 kg daging berkualitas dibanding daging hewan lain.
Daging kelinci memiliki kandungan proteinnya tinggi (25 %), rendah lemak (4%), dan kadar kolesterol daging juga rendah yaitu 1,39 g/kg. Kandungan lemak kelinci hanya 8%, sedangkan daging ayam, sapi, domba, dan babi masing-masing 12%, 24%, 14%, dan 21%. Kadar kolesterolnya sekitar 164 mg/100 gram daging, sedangkan ayam, sapi, domba, dan babi berkisar 220—250 mg/100 gram daging.
Maka, dengan cukup memelihara 2 ekor kelinci betina dan 1 ekor kelinci pejantan, sebuah keluarga dengan 5 penghuni sudah lebih cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar gizi. Karena itulah tak heran jika kelinci bisa menjadi solusi untuk melawan gizi buruk bangsa Indonesia .
Potensi daging kelinci dengan harga Rp 20.000 per Kg adalah harga ideal. Dengan harga itu kelinci meninggalkan penghasilan jauh dari ternak hewan lain, seperti domba dan sapi karena populasinya yang cepat (2 bulan sekali beranak) dan biaya pakan rendah serta ramah lingkungan. Kalau hendak menegak untung luar biasa hingga mencapai 4 kali lipat dari penghasil pedaging, kita bisa beternak kelinci untuk tujuan hias,-hanya saja -memiliki resiko instabilitas pada pemasaran. Di luar tubuhnya kelinci memiliki sejumlah aset luar biasa, pada bulu dan kotoran (pupuk organik) yang sangat berkualitas untuk menyuburkan tanaman, terutama tanaman sayuran, buah dan tanaman hias.
Marketing dan Investasi
Marketing kelinci tergolong unik karena tantangannya bukanlah persaingan, melainkan pembukaan pasar. Pasar kelinci tidak sulit. Melalui pendekatan yang khas, buku ini membuka mata kita untuk memudahkan meraih peluang pasar. Pasar bisa dibuka di mana saja, dengan mudah dan murah. Trik-trik dagang modern yang manusiawi dijelaskan secara baik dan detail dalam buku ini.
Memang tidak semua orang bisa melakuan ternak kelinci. Solusinya adalah investasi bagi hasil kepada peternak handal. Investasi kelinci bisa dilakukan dengan modal kecil dan besar. Atau jika hendak memakai paradigma pemberdayaan, para investor dengan modal Rp 700.000. ternak kelinci sangat cocok untuk penguatan ekonomi rakyat. Seandainya kita hendak mengembangkan secara massal, bisa dilakukan kepada para petani di desa. Ini adalah peluang bisnis sekaligus investasi sosial bagi orang kota untuk memajukan perekonomian petani atau kaum santri di desa-desa.
Kandang kelinci bisa dibuat sendiri dari bahan setempat atau barang-barang sisa. Ukuran kandang untuk masing-masing bibit kelinci cukup 70 X 100 cm. Untuk tiap kelompok anak kelinci dari induk cukup 70 X 70 cm. Jelaslah di sini, pekarangan yang diperlukan tidaklah besar.
Kalau sudah demikian potensial mengapa belum banyak yang ternak kelinci?
Buku ini memberikan jawaban, bahwa masyarakat kita sudah jauh dari “ideologi” beternak maupun bertani. Kebanyakan orang sudah bosan menyandang predikat petani/peternak. Kedua, tidak memiliki lahan dan sarana pendukung, seperti pasokan rumput, pengelolaan pakan dan lain sebagainya. Masalah pertama adalah faktor budaya. Ini adalah masalah mentalitas bangsa secara umum di mana kalangan muda kita lebih dengan gaji pragmatis ketimbang menjadi entrepreneur, terutama di bidang peternakan atau pertanian. Kedua, hanya soal teknis. Sangat bisa diatasi dengan mengenal seluk-beluk ternak kelinci secara mendalam.
Membuka mata lebar-lebar atas setiap potensi adalah cara terbaik bagi kita dan orang-orang di sekitar kita untuk meraih kemajuan. Buku ini sangat baik bagi siapa saja, mereka para petani desa, peternak, pelaku agribisnis dan calon investor yang berminat mengembangkan uangnya beranak pinak secepat populasi kelinci. [sumber: kompas.com Minggu, 13 September 2009].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar